Nama
|
Nur Hidayatullah
|
Nim
|
E1B115052
|
blog
|
mynewblognurhidayatullah.blogspot.com
|
E-mail
|
TUGAS 4 EVALUASI PEMBELAJARAN
Selasa, 03 Oktober 2017
Soal
Jenis instrument dilihat dari aspek
kognitif, efektif, dan psikomotorik
Jawab
A.
Jenis instrument dari aspek kognitif
Aspek kognitif adalah kemampuan
intelektual siswa dalam berpikir, mengetahui dan memecahkan masalah. Ranah
kognitif mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang
menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif
berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal,
memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan mengevaluasi.
Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses berfikir,
mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam
jenjang atau aspek yang dimaksud adalah:
1.
Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge): Adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall)
atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya,
tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunkannya. Pengetahuan atau ingatan
adalah merupakan proses berfikir yang paling rendah. Salah satu contoh hasil
belajar kognitif pada jenjang pengetahuan adalah dapat menghafal kosa kata,
menerjemahkan dan menuliskannya secara baik dan benar, sebagai salah satu
materi pelajaran kedisiplinan yang diberikan oleh guru Pendidikan Bahasa
Inggris di sekolah.
2.
Pemahaman (comprehension) : Adalah kemampuan seseorang
untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat.
Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat
melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik dikatakan memahami
sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih
rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman
merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau
hafalan.
Salah satu contoh hasil belajar ranah kognitif pada jenjang pemahaman ini
misalnya: Peserta didik atas pertanyaan Guru Pendidikan Agama Islam dapat
menguraikan tentang makna kedisiplinan yang terkandung dalam surat al-‘Ashar
secara lancar dan jelas.
3.
Penerapan (application): Adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau
menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip,
rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret.
Penerapan ini adalah merupakan proses berfikir setingkat lebih tinggi ketimbang
pemahaman.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang penerapan misalnya: Peserta didik mampu memikirkan tentang penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang penerapan misalnya: Peserta didik mampu memikirkan tentang penerapan konsep kedisiplinan yang diajarkan Islam dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
4.
Analisis (analysis) : Adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau
menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan
mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu
dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi
ketimbang jenjang aplikasi.
Contoh: Peserta didik dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari kedisiplinan seorang siswa dirumah, disekolah, dan dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat, sebagai bagian dari ajaran Islam.
Contoh: Peserta didik dapat merenung dan memikirkan dengan baik tentang wujud nyata dari kedisiplinan seorang siswa dirumah, disekolah, dan dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat, sebagai bagian dari ajaran Islam.
5.
Sintesis (syntesis) : Adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan
dari proses berfikir analisis. Sisntesis merupakan suatu proses yang memadukan
bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu
pola yang yang berstruktur atau bebrbentuk pola baru. Jenjang sintesis
kedudukannya setingkat lebih tinggi daripada jenjang analisis. Salah satu hasil
belajar kognitif dari jenjang sintesis ini adalah: peserta didik dapat menulis
karangan tentang pentingnya kedisiplinan sebagiamana telah diajarkan oleh
islam.
6.
Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation) : Adalah merupakan jenjang
berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi Bloom.
Penilian/evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat
pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide, misalkan jika seseorang
dihadapkan pada beberapa pilihan maka ia akan mampu memilih satu pilihan yang
terbaik sesuai dengan patokan-patokan atau kriteria yang ada.
Salah satu contoh hasil belajar kognitif jenjang evaluasi adalah: peserta
didik mampu menimbang-nimbang tentang manfaat yang dapat dipetik oleh seseorang
yang berlaku disiplin dan dapat menunjukkan mudharat atau akibat-akibat negatif
yang akan menimpa seseorang yang bersifat malas atau tidak disiplin, sehingga
pada akhirnya sampai pada kesimpulan penilaian, bahwa kwdisiplinan merupakan
perintah Allah SWT yang waji dilaksanakan dalam sehari-hari.
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup
kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada
kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungkan dan
menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk
memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah
sub-taksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal
dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu
evaluasi. Evaluasi hasil belajar kognitif dapat dilakukan dengan
menggunakan tes objektif maupun tes uraian.
B.
Jenis instrument dari aspek afektif
Ranah afektif adalah ranah yang
berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti
perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap
seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan
kognitif tingkat tinggi. Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima
jenjang, yaitu:
1.
Receiving atau attending (= menerima
atua memperhatikan), adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan
(stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi,
gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah: kesadaran dan
keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau
rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attenting juga sering di beri
pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek.
Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau
nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri
kedalam nilai itu atau meng-identifikasikan diri dengan nilai itu. Contah hasil
belajar afektif jenjang receiving , misalnya: peserta didik bahwa disiplin
wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak di siplin harus disingkirkan
jauh-jauh.
2.
Responding (= menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi
kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk
mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat
reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang
receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik
tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggeli lebih dalam
lagi, ajaran-ajaran Islam tentang kedisiplinan.
3.
Valuing (menilai=menghargai). Menilai atau menghargai artinya mem-berikan
nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga
apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau
penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi
daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar,
peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi
mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau
buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk
mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah
menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai di camkan (internalized) dalam
dirinya.
4.
Organization (mengatur atau mengorganisasikan), artinya memper-temukan
perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada
perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari
nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai
denagan nilai lain., pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya.
5.
Characterization by evalue or calue complex (=karakterisasi dengan suatu
nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah
dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
lakunya. Disini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi
dalal suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada
sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini adalah merupakan tingkat efektif
tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia
telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta
didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk
suatu waktu yang lama, sehingga membentu karakteristik “pola hidup” tingkah
lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan. Secara skematik kelima jenjang
afektif sebagaimana telah di kemukakan dalam pembicaraan diatas, menurut A.J
Nitko (1983) dapat di gambarkan sebagai berikut: “Ranah afektif tidak dapat
diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang
diukur adalah: Menerima (memperhatikan), Merespon, Menghargai, Mengorganisasi,
dan Karakteristik suatu nilai. Skala yang digunakan untuk mengukur ranah
afektif seseorang terhadap kegiatan suatu objek diantaranya skala sikap.
Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif),
dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada
seseorang. Ada tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi
berkenaan dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi
berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan konasi
berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut.
Tujuan dilaksanakannya penilaian
hasil relajar afektif ádalah untuk mengetahui capaian hasil belajar dalam hal
penguasaan domain afektif dari kompetensi yang diharapkan dikuasai oleh setiap
peserta didik setelah kegiatan pembelajaran berlangsung. Teknik pengukuran dan
penilaian hasil belajar afektif terdiri atas dua yakni teknik testing, yaitu
penilaian yang menggunakan tes sebagai alat ukurnya, dan teknik non- testing,
yaitu teknik penilaian yang menggunakan bukan tes sebagai alat ukurnya.
C.
Jenis instrument dari aspek psikomotorik
Ranah psikomotor merupakan ranah
yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah
seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Ranah psikomotor adalah ranah
yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis,
menari, memukul, dan sebagainya. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan
oleh Simpson (1956) yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak
dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil
belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar
kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam
bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Hasi belajar kognitif dan
hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta
didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna
yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektif dengan materi
kedisiplinan menurut agama Islam.
Dalam penilaian hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses, dan produk. Penilaian
dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada waktu peserta didik
melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan cara mengetes peserta
didik.Penilaian psikomotorik dapat dilakukan dengan menggunakan observasi atau
pengamatan. Dengan kata lain, observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan
proses belajar atau psikomotorik. Misalnya tingkah laku peserta didik ketika
praktik,kegiatan diskusi peserta didik, partisipasi peserta didik dalam simulasi,
dan penggunaan alins ketika belajar. Tes untuk mengukur ranah psikomotorik
adalah tes untuk mengukur penampilan atau kinerja (performance) yang telah
dikuasai oleh peserta didik.
Komentar
Posting Komentar